After Relegation : Degradasi, Lalu Apa?

 


Penulis : Finansky










Sudah sebulan berlalu sejak PSS Sleman resmi terdegradasi dari Liga 1 ke Liga 2. Waktu yang semestinya digunakan untuk berbenah, justru diisi dengan sunyi yang menyayat logika dan kesabaran. Klub-klub lain telah bergerak: menyusun ulang skuad, membangun komunikasi dengan publik, serta memetakan masa depan mereka. Namun PSS justru memilih diam-diam yang tak menjelaskan, diam yang tak memberi arah, dan diam yang menyisakan tanda tanya.


Bagi sebagian suporter, luka akibat degradasi masih terasa. Namun yang lebih mengganggu bukan lagi hasil di atas lapangan, melainkan cara manajemen menanggapi kegagalan ini: pasif, normatif, dan seperti tak merasa sedang memikul beban sejarah.


Setelah liga usai, yang muncul hanyalah pernyataan:

 “Kami menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh pendukung PSS Sleman…” dari manajer PSS, Leonard Tupamahu. 

Permintaan maaf yang ditulis rapi namun berjarak, seperti undangan pernikahan yang tidak menyebut siapa mempelainya. Disusul janji evaluasi, yang konon “akan diumumkan setelah rapat komisaris.” Sampai hari ini, rapat itu terasa seperti mitos-terdengar, tetapi tak pernah selesai.


Sementara sebagian besar klub sibuk membangun ulang, mereformasi skuad, mengumumkan pelatih baru, memperkenalkan konsep jersey serta visi jangka pendek maupun panjang. PSS hanya menghadirkan dua nama ke hadapan publik: Dominikus Dion dan Pieter Huistra. Selebihnya? Sunyi. Seperti rumah kosong yang jendelanya tertutup dan lampunya padam.


Ironisnya, manajemen tetap percaya diri menyampaikan ucapan terima kasih kepada suporter.

 “Kami sangat menghargai dan berterima kasih atas dukungan suporter yang luar biasa...” katanya. 

Seolah loyalitas hanya pantas dibalas dengan kata-kata, bukan dengan kejelasan arah. Dalam konteks ini, diam bukan lagi emas. Diam adalah abai. Seperti pepatah, air tenang menghanyutkan. Namun, air yang terlalu tenang tanpa dasar hanya akan membuat kami tenggelam dalam ketidakpastian.


Kami sadar, degradasi bukanlah akhir dari segalanya. Namun melihat klub ini dijalankan seperti kapal tanpa nakhoda sungguh menyakitkan. Yang kami butuhkan bukanlah janji, bukan pula pidato. Tetapi bagaimana arah kedepan, transparansi dan keberanian untuk bertanggung jawab.


Pemain, Pelatih, Manajemen, Investor, Pemilik silih berganti, datang dan pergi. Hanya kami, "Suporter" yang abadi dan akan mencintai klub itu selamanya.



PSS Sleman now and forever.

Oleh : Yogurt Tumpah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Awal Sebagai Evaluasi Untuk Mengarungi Musim Depan